Selasa, 31 Agustus 2010

Hadits Dho'if dan Maudhu'

Berikut adalah beberapa hadits dho’if dan maudhu’ yang populer yang disadur oleh penulis beserta penjelasannya dari tulisan ahli hadits besar yang tidak asing lagi namanya bagi kita, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani, disisipi dengan beberapa tambahan yang dianggap perlu pada beberapa tempat. Semoga bermanfaat.

Hadits tentang akal
Agama adalah akal. Siapa yang tidak beragama, berarti dia tak berakal.

BATHIL. Dikeluarkan Nasa’i dalam "Al- Kuna"
dan Ad-Dulabi dalam "Al-Kuna Wal Asma ""
(2/104). Dari Abu Malik dari Bisyr bin Gholib bin Bisyr bin Gholib
dari Zuhri dari Mujammi’ bin Jariyah dari pamannya secara marfu’ tanpa
kalimat pertama "agama adalah akal". Nasa’i berkata:
"Hadits ini bathil munkar".

Saya (Al-Albani) katakan:

"Kecacatannya terletak pada Bisyr ini, dia seorang yarlg
majhul (tidak dikenal) sebagaimana dikatakan Al-Azdi dan disetujui
Ad-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal Fi Naqdir Rijal dan Al-`Asqolani
dalam Lisanul Mizan.
Al-Harits bin Abu Usamah jugs meriwayatkan dalam Musnadnya dari Dawud
bin Muhabbar tiga puluh hadits lebih tentang keutaman akal. A1-Hafidz
Ibnu Hajar mengatakan: "Seluruhnya maudhu’ (palsu)".
Di antaranya adalah hadits di atas sebagaimana disebutkan oleh Shuyuti
dalam Dhail Al-Alai Masnu’ah Fil Ahadits Maudhu’ah (hal.4-10) dan
dinukil oleh Al-Allamah Muhammad Thohir Al-Hindi dalam Tadzkirotul
Maudhu’at (hal.29-30).
Tentang Dawud bin Muhabbar, Dzahabi mengatakan:
Dia adalah Pengarang kitab Al-Aql. Aduhai, alangkah baiknya seandainya
dia tidak mengarang kitab itu.

Ahmad berkata: Dawud tidak mengerti apa itu hadits. Abu Hatim berkata:
Tidak terpercaya, hilang haditsnya. Daruqutni berkata: Matruk (ditinggalkan).
Abdul Ghoni meriwayatkan dari Daruqutni bahwa beliau pernah berkata:
"Kitab Al-Aql ditulis oleh Maisaroh bin Abi Robbihi kemudian
dicuri oleh Dawud bin Muhabbar dengan mencantumkan sanad yang bukan
dari Maisaroh…".

Perlu menjadi perhatian bersama bahwa seluruh riwayat, tentang keutamaan
akal, tidak ada yang shohih satupun. Semuanya berkisar antara dho’if
dan maudhu’. Saya telah memeriksa setiap hadits yang dipaparkan oleh
Abu Bala bin Abi Dunya dalam kitabnya "Al Aql Wa Fadhluhu"
ternyata sesuai dengan perkataanku tadi yaitu tidak ada yang shohih
satupun.


Al-Allamah Ibnu Qoyyim berkata dalam "Al-Manar"
(hal.25): "Hadits-memang benar yaitu hadits-hadits tentang
akal seluruhnya dusta belaka"


(Tambahan)

Berkata Al-Hafidz Al-’Iroqy dalam Takhrij Kabir Ala Ihya’ lembar kelima
belas:
"Hadits-hadits yang telah disebutkan oleh pengarang (imam
Ghozali) tentang akal, seluruhnya lemah. Ungkapan pengarang pada sebagian
hadits dengan bentuk jazm (ketetapan) merupakan perkara yang salah.

Kesimpulannya, tak sedikit dari pars pakar telah mengatakan bahwasanya
tidak ada satu haditspun yang shohih tentang masalah akal. Berkata
Ibnu Hibban:



"Saya tidak mengetahui satu haditspun yang shohih dari Nabi
tentang masalah akal."


Kefakiran menyebabkan kekufuran

Hampir-hampir saja kefakiran akan menjadi kekufuran dan hampir saja
hasad mendahului takdir.

DHO’IF. Berkata As-Sakhowi dalam "Al-Maqosidul Hasanah":
"Diriwayatkan Ahmad bin Mani’ dari Hasan atau Anas secara
marfu’. Dan diriwayatkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/53,109 dan
8/253) Ibnu Sakan dalam Mushonnaf-nya, Baihaqi dalam Syu ‘abul Iman
(2/486/1) dan Ibnu `Adi dalam Al-Kamil dari Hasan tanpa ada keraguan".
Berkata Al- ‘Iroqy (3/163):
"Diriwayatkan Abu Muslim Al-Kisyi dan Baihaqi dalam Syu ‘abul
Iman dari riwayat Yazid Ar-Rogosy dari Arias. Sedangkan Yazid ini,
seorang rowi yang lemah".
Dan diriwayatkan pula oleh Ad-Dulaby dalam "Al-Kuna"
(2/131) dari jalan Yazid bin Roqosy juga. Demikian pula Baihaqi dalam
Syu’abul Iman (2/286/1) dan Al-Qodho’i (380).

Berkata Al-Haitsami dalam "Mazma’ Zawaid" (8/78):

"Diriwayatkan Thobroni dalam Al-Ausath dari Anas. Dalam sanadnya,
terdapat. `Amr bin Utsman Al-Kalabi, dia ditsicgohkan Ibnu Hibban
padahal dia adalah matruk".



Selanjutnya maraknya hadits lemah dan palsu yang akan dibahas adalah “siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal tuhannya” dan “miskin, lelaki tak beristri.” bagaimana kedudukan kedua riwayat ini dan keterangannya? Berikut jawabannya.
  1. Siapa mengenal dirinya, berarti mengenal Robbnya
    Barangsiapa yang mengenal dirinya, berarti dia mengenal Robbnya.
    TIDAK ADA ASALNYA. Dalam "Al-Maqosid" (hal.198),
    Al-Hafidz As-Sakhowi mengatakan: "Berkata Abu Mudhoffar bin
    As-Sam’ani:
    Tidak diketahui secara marfu’ (sampai kepada Nabi) hanya saja perkataan
    tersebut dihikayatkan dari Yahya bin MuadzAr-Rozi. Nawawi jugs mengatakan
    bahwa hadits ini tidak ada asalnya".
    As-Suyuthi telah menukil perkataan Nawawi ini dan menyetujuinya dalam
    Dhail Al-Maudhu ‘at (hal.203). Suyuthi j uga berkata dalam Al-Qoulul
    Asybah (2/351) dari Al-Hawi Lil Fatawa: "Hadits ini tidak
    shohih".

    Syaikh Al-Qory menukil dalam "Al-Maudhu’at" (hal.83)
    dari Ibnu Taimiyyah bahwa beliau berkata: "Maudhu’".
    Al-Allamah Al-Fairuz Abadi berkata dalam "Ar-Roddu `Alai
    Mu ‘taridzina ‘Ala Syaikh Ibnu ‘Arobi" (2/ 37):
    "Tidaklah termasuk hadits Nabi, sekalipun kebanyakan manusia
    menganggapnya sebagai hadits Nabi. Tidak shohih sama sekali, itu hanyalah
    diriwayatkan dalam isroiliyyat (kitab-kitab Bani Israil)".
    Saya (Al-Albani) berkata:
    Demikianlah ketegasan Para ulama’ ahli hadits. Kendatipun. demikian,
    anehnya ada sebagian fugoha’ belakangan ini dari penganut madzhab
    ‘Hanafi yang menulis sebuah kitab berupa syarh (penjelasan) hadits
    ini.
    Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak berusaha untuk mengambil faedah
    dari jerih payah ahli hadits dalam menyaring sunnah dari kotoran-kotoran
    hadits-hadits palsu. Karena itulah pantas saja banyak sekali hadits-hadits
    dho’ if dan maudhu yang bertumpukan dalam kitab-kitab mereka. Wallul
    Musta’an.
  2. Miskin, lelaki tak beristri
    Sungguh miskin, sungguh miskin seorang lelaki yang belum beristri
    sekalipun banyak harta. Dan sungguh miskin, sungguh miskin seorang
    wanita yang belum bersuami sekalipun banyak harta.
    MUNKAR. Dikeluarkan oleh Thobroni dalam "Al-Aushot"
    (1/162/1-2 Zawaid) dan Al-Wahidi dalam "Al-Wasith".
    (3/114/2) dari jalan Kholid bin Khidas menceritakan kami Muhammad
    bin TsabitAl-`Abdy dari Harun bin Riab dari Abu Najih secara marfu’.
    Thobroni berkata: "Tidak ada yang meriwayatkan dari Harun
    selain Muhammad".

    Saya (Al-Albani) katakan:
    "Muhammad seorang rowi yang lemah. Dia mempunyai biografi
    dalam At-Tandzib dimana mayoritas ahli ilmu melemahkan haditsnya.
    Al-Hafidz menyimpulkan keadaannya dalam "At-Taqrib"
    beliau berkata: "Shoduq, layyinul hadits (lemah)"
    Dengan demikian maka hadits ini dho’if ditambah lagi hadits ini adalah
    mursal (seorarig tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi). Sebab Abu
    Najih adalah seorang tabi’ in, nama beliau adalah Yasar.
    Dari sini pembaca dapat mengetahui kesalahan Al-Haitsami ketika berkata
    dalam Al-Majma’ (4/252): "Diriwayatkan Thobroni dalam Al-Ausath
    dan seluruh rowinya terpercaya(!) kecuali Abu Najih , dia bukan sahabat".
    Kemudian saya mendapatkan Al-Baihaqi mengeluarkan hadits ini lewat
    jalan lain dari Muhammad bin Tsabit dalam Syu ‘abul Iman (2/134/2)
    lalu berkata:
    "Abu Najih, namanya adalah Yasar, ayahnya Abdullah bin Abu
    Najih dan dia termasuk tabi’in. Berarti hadits ini adalah mursal."

    Al-Mundziri membawakan hadits ini dalam At-Targhib (3/67) dari Abdullah
    bin `Amr bin `Ash dengan lafadz:
    Dunia adalah perhiasan. Sebaik-baik perhiasannya adalah seorang wanita
    yang membantu suami untuk kepentingan akherat. Sungguh miskin, sungguh
    miskin… dst:. "

    Al-Mundziri berkata:
    "Disebutkan oleh Rozin dan saya belum mengetahuinya asalnya.
    Sedangkan kalimat terakhir adalah mungkar".

    Kalimat terakhir (Miskin miskin seorang lelaki yang tak bersuami…)
    telah kita ketahui derajatnya, yaitu dho’if (lemah). Adapun kalimatbaris
    pertama memang ada asalnya dari hadits Abdullah bin `Amr bin `Ash
    bahwasanya Rasulullah bersabda:
    Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri
    sholihah.

    Dikeluarkan Muslim (4/178) Nasa’i (2/72-73) Ibnu Hibban (4020) Baihaqi
    (7/168) dari jalan Suryohbil bin Syarik bahwa dia mendengar Abdur
    Rohman Al-Hubaly bercerita dari Abdullah bin `Amr dengan hadits ini.

0 Responses to “Hadits Dho'if dan Maudhu'”

Posting Komentar

Back To Top